Kutunggu Sepuluh Tahun Lagi
Sebuah tangan berwarna cokelat tua melambai-lambai padaku dari salah satu kursi. Aku menyelinap di antara teman-teman lain, sambil mencium bau keringat mereka, dan duduk di sebelah si pelambai. Bus ini begitu padat—kurasa kapasitasnya kurang. Sekolahku memang agak pelit.
“Tadi lo ke mana?” Fina bertanya. Nafasnya masih terengal-engal. “Abis dari Rumah Hantu lo nggak kelihatan lagi?”
“Nggak tahu,” jawabku singkat, juga terengal. “Kepisah aja gitu.”
Kira-kira setengah jam kemudian, bus yang tadinya ramai telah menjadi sepi. Kepala-kepala berjatuhan ke pundak-pundak. Orang-orang diam dan tertidur—bermimpi entah apa. Di tengah semuanya itu, aku masih terjaga. Bus berjalan dengna konstan, tinggi di atas mobil-mobil lain. Si supir ada jauh di depan sana. Aku rasa hanya dia dan aku yang terjaga.
Pikiranku melayang ke Jet Coaster dan Kora-kora. Ke tawa teman-teman dan becandaan yang semena-mena. Berlanjut, seperti sebuah film, semakin lama semakin lalu. Ke ujian-ujian yang luar biasa susah, ke study tour Yogyakarta, ke live in di suatu tempat di Jawa Barat, sampai ke perkenalan pertama yang canggung.
***
“Namanya siapa?”
“Jeje. Lo?”
“Fina.”
“Oh.”
...
“Eh, sori. Namanya siapa tadi?”
***
Ah, aku tersenyum haru. Aku mengerling ke temanku selama tiga tahun di SMP ini. Dia sedang tertidur di sampingku, rambutnya yang keriting terlihat seperti bantal baginya.
Kalian semua, aku menggumam dalam hati sambil memandang sekeliling. Kutunggu di reuni.
Cabikan
-
“Wiiiinaaaaa!” Bahkan sebelum dia berteriak begitu, aku sudah bisa merasakan kehadirannya dari ujung lorong. Aku selalu bisa membaui aro...
-
"Selamat ulang tahun, Anya...!" Anya terdiam sejenak; dengan kaget memandang belasan wajah-wajah familiar dengan senyuman membeku-...
-
Sore itu, dua orang anak berambut cokelat berjalan pulang ke rumahnya--kakaknya yang perempuan rambutnya lebih terang, dan adiknya yang laki...
-
Ada roti manis dan biskuit keju di lemari, serta sekartun besar susu cokelat di kulkas. Aku mengambil semuanya itu dan memasukkannya ke dala...
-
Tolong aku. Kadang, kalau aku sedang duduk sendirian di kelas dan tidak benar-benar memikirkan apapun, aku melamun dan aku dapat mendengar s...
-
"Jadi, bagaimana kamu bilang cinta ke dia?" Matahari dan bekas-bekasnya sudah tidak kelihatan lagi. Cahaya di perpustakaan tua ini...
-
Kamar Julian tidak pernah rapi--kecuali selama beberapa hari, yang berlangsung kira-kira enam bulan sekali. Karena, kira-kira enam bulan sek...
-
Dan hari ini pun sama. Dia masih tidak menyapaku. Padahal aku sudah memaksakan diri bangun jam enam pagi, untuk dapat berangkat jam setengah...
-
Min itu temanku, yang sedang duduk di depanku, dengan latar yang berjalan terus. Sekarang aku bisa melihat ujungnya monumen nasional yang em...
-
"Fiftitty dallas." Mirna mengernyit selama sepersekian detik, memandang Cina di hadapannya. Si Cina balas menatap. Tak bergeming d...
Search
Nomina Insan
- Gavrila Ramona Menayang
- jong selebes, murid-Nya yang kinasih, duapuluh satu, mahasiswi arsitektur, tukang sketsa, tukang cerita, penata amatir, penyuka buah dan jajanan, pengguna aktif bahasa Indonesia