Cerita Lama
On Rabu, 28 September 2011 /
By Gavrila Ramona Menayang /
Reply
Suatu sore, seorang pemuda duduk di tengah-tengah sebuah taman. Ia duduk di dekat sebuah batu besar, yang memang biasa disebut sebagai tanda tempat bertemu. Ketika menit demi menit berubah menjadi beberapa puluh menit, pemuda ini mulai gelisah dan mengeluarkan ponselnya.
"Di mana?" kata pemuda itu melalui ponselnya.
"Deket," jawab suara di seberang.
Tak lama kemudian, datanglah ia yang ditunggu-tunggu. Perempuan itu seumuran dengannya, kira-kira 21 tahun. Rambutnya digerai sebahu dan ia memakai kacamata. Wajahnya masam.
"Aku nyasar barusan," katanya--merengek dia.
Tidak seperti keinginan si perempuan, pacarnya diam saja. Respon nol itu menciptakan keheningan yang aneh. Udara seakan terdiam karena salah tingkah.
"Ke mana sekarang?" tanya yang perempuan akhirnya.
"Terserah," jawab yang laki-laki, seakan telinganya baru saja kembali padanya.
Perempuan itu menghela napas. Ia mengingat beberapa bulan yang lalu. Di hari-hari yang menyenangkan itu, pria ini sudah menyiapkan segala sesuatunya kalau mereka jalan bersama. Lalu dia akan datang dengan wajah tersenyum, menantikan kejutan demi kejutan yang dengan tulus diberikan.
Ah, tapi itu cerita lama.
"Di mana?" kata pemuda itu melalui ponselnya.
"Deket," jawab suara di seberang.
Tak lama kemudian, datanglah ia yang ditunggu-tunggu. Perempuan itu seumuran dengannya, kira-kira 21 tahun. Rambutnya digerai sebahu dan ia memakai kacamata. Wajahnya masam.
"Aku nyasar barusan," katanya--merengek dia.
Tidak seperti keinginan si perempuan, pacarnya diam saja. Respon nol itu menciptakan keheningan yang aneh. Udara seakan terdiam karena salah tingkah.
"Ke mana sekarang?" tanya yang perempuan akhirnya.
"Terserah," jawab yang laki-laki, seakan telinganya baru saja kembali padanya.
Perempuan itu menghela napas. Ia mengingat beberapa bulan yang lalu. Di hari-hari yang menyenangkan itu, pria ini sudah menyiapkan segala sesuatunya kalau mereka jalan bersama. Lalu dia akan datang dengan wajah tersenyum, menantikan kejutan demi kejutan yang dengan tulus diberikan.
Ah, tapi itu cerita lama.
Cabikan
-
“Wiiiinaaaaa!” Bahkan sebelum dia berteriak begitu, aku sudah bisa merasakan kehadirannya dari ujung lorong. Aku selalu bisa membaui aro...
-
"Selamat ulang tahun, Anya...!" Anya terdiam sejenak; dengan kaget memandang belasan wajah-wajah familiar dengan senyuman membeku-...
-
Sore itu, dua orang anak berambut cokelat berjalan pulang ke rumahnya--kakaknya yang perempuan rambutnya lebih terang, dan adiknya yang laki...
-
Ada roti manis dan biskuit keju di lemari, serta sekartun besar susu cokelat di kulkas. Aku mengambil semuanya itu dan memasukkannya ke dala...
-
Tolong aku. Kadang, kalau aku sedang duduk sendirian di kelas dan tidak benar-benar memikirkan apapun, aku melamun dan aku dapat mendengar s...
-
"Jadi, bagaimana kamu bilang cinta ke dia?" Matahari dan bekas-bekasnya sudah tidak kelihatan lagi. Cahaya di perpustakaan tua ini...
-
Kamar Julian tidak pernah rapi--kecuali selama beberapa hari, yang berlangsung kira-kira enam bulan sekali. Karena, kira-kira enam bulan sek...
-
Dan hari ini pun sama. Dia masih tidak menyapaku. Padahal aku sudah memaksakan diri bangun jam enam pagi, untuk dapat berangkat jam setengah...
-
Min itu temanku, yang sedang duduk di depanku, dengan latar yang berjalan terus. Sekarang aku bisa melihat ujungnya monumen nasional yang em...
-
"Fiftitty dallas." Mirna mengernyit selama sepersekian detik, memandang Cina di hadapannya. Si Cina balas menatap. Tak bergeming d...
Search
Nomina Insan
- Gavrila Ramona Menayang
- jong selebes, murid-Nya yang kinasih, duapuluh satu, mahasiswi arsitektur, tukang sketsa, tukang cerita, penata amatir, penyuka buah dan jajanan, pengguna aktif bahasa Indonesia