Ada Satu Yang Ngaku
On Senin, 14 Maret 2011 /
By Gavrila Ramona Menayang /
Reply
Mereka berlima bercanda-canda dan tertawa ngakak. Mereka membuat sebuah lingkaran besar dan bergosip. Mereka mengeluhkan tugas yang tidak kunjung selesai, membicarakan seorang musisi muda yang namanya tidak begitu terkenal dan seorang artis muda yang sangat terkenal, serta dengan seru membahas sebuah restoran baru di dekat kampus.
Lalu, ketika langit sudah mulai lembayung, mereka berpisah.
Yang pertama masuk ke kamarnya, menyalakan lampu, dan langsung menyalakan internet dan televisi sekaligus. Ramai, tapi dia masih kurang puas. Dinyalakannya radio dan dia ikut bernyanyi keras-keras.
Yang ketiga juga masuk ke kamarnya. Begitu dia menyalakan lampu, dilihatnya kanvas nganggur yang dia beli berapa bulan lalu. Diambilnya cat minyak; tapi mau gambar apa, dia tidak tahu. Ah sudah, pikirnya, Asal coret saja. Ternyata dia tidak suka hasilnya; dengan sesal, dipandanginya kanvas mahal yang dihabiskan dengan sia-sia. Dia tutup itu dengan kertas koran, mencuci tangan, lalu membaca buku.
Yang kedua berhenti di jalan, masuk ke sebuah restoran yang tarifnya tidak cocok untuk mahasiswa. Tapi tidak apa, ini awal bulan. Dipesannya makanan pembuka, makanan utama, makanan penutup, dan minuman. Enaknya. Hmm. Dia masih kurang senang. Dipesannya es kacang merah, dimakannya pelan-pelan.
Yang keempat masuk ke kamarnya. Tanpa menyalakan lampu, ditutupnya pintu. Ia menaruh tasnya dan melepas jaketnya. Dengan lunglai berlutut di tikar, mengakui kesepiannya.
Lalu, ketika langit sudah mulai lembayung, mereka berpisah.
Yang pertama masuk ke kamarnya, menyalakan lampu, dan langsung menyalakan internet dan televisi sekaligus. Ramai, tapi dia masih kurang puas. Dinyalakannya radio dan dia ikut bernyanyi keras-keras.
Yang ketiga juga masuk ke kamarnya. Begitu dia menyalakan lampu, dilihatnya kanvas nganggur yang dia beli berapa bulan lalu. Diambilnya cat minyak; tapi mau gambar apa, dia tidak tahu. Ah sudah, pikirnya, Asal coret saja. Ternyata dia tidak suka hasilnya; dengan sesal, dipandanginya kanvas mahal yang dihabiskan dengan sia-sia. Dia tutup itu dengan kertas koran, mencuci tangan, lalu membaca buku.
Yang kedua berhenti di jalan, masuk ke sebuah restoran yang tarifnya tidak cocok untuk mahasiswa. Tapi tidak apa, ini awal bulan. Dipesannya makanan pembuka, makanan utama, makanan penutup, dan minuman. Enaknya. Hmm. Dia masih kurang senang. Dipesannya es kacang merah, dimakannya pelan-pelan.
Yang keempat masuk ke kamarnya. Tanpa menyalakan lampu, ditutupnya pintu. Ia menaruh tasnya dan melepas jaketnya. Dengan lunglai berlutut di tikar, mengakui kesepiannya.
Cabikan
-
“Wiiiinaaaaa!” Bahkan sebelum dia berteriak begitu, aku sudah bisa merasakan kehadirannya dari ujung lorong. Aku selalu bisa membaui aro...
-
"Selamat ulang tahun, Anya...!" Anya terdiam sejenak; dengan kaget memandang belasan wajah-wajah familiar dengan senyuman membeku-...
-
Sore itu, dua orang anak berambut cokelat berjalan pulang ke rumahnya--kakaknya yang perempuan rambutnya lebih terang, dan adiknya yang laki...
-
Ada roti manis dan biskuit keju di lemari, serta sekartun besar susu cokelat di kulkas. Aku mengambil semuanya itu dan memasukkannya ke dala...
-
Tolong aku. Kadang, kalau aku sedang duduk sendirian di kelas dan tidak benar-benar memikirkan apapun, aku melamun dan aku dapat mendengar s...
-
"Jadi, bagaimana kamu bilang cinta ke dia?" Matahari dan bekas-bekasnya sudah tidak kelihatan lagi. Cahaya di perpustakaan tua ini...
-
Kamar Julian tidak pernah rapi--kecuali selama beberapa hari, yang berlangsung kira-kira enam bulan sekali. Karena, kira-kira enam bulan sek...
-
Dan hari ini pun sama. Dia masih tidak menyapaku. Padahal aku sudah memaksakan diri bangun jam enam pagi, untuk dapat berangkat jam setengah...
-
Min itu temanku, yang sedang duduk di depanku, dengan latar yang berjalan terus. Sekarang aku bisa melihat ujungnya monumen nasional yang em...
-
"Fiftitty dallas." Mirna mengernyit selama sepersekian detik, memandang Cina di hadapannya. Si Cina balas menatap. Tak bergeming d...
Search
Nomina Insan
- Gavrila Ramona Menayang
- jong selebes, murid-Nya yang kinasih, duapuluh satu, mahasiswi arsitektur, tukang sketsa, tukang cerita, penata amatir, penyuka buah dan jajanan, pengguna aktif bahasa Indonesia