Kasih. Terima Kasih
On Senin, 21 Maret 2011 /
By Gavrila Ramona Menayang /
Reply
"Ayah! Aku mau pizza!" anak kecil itu merengek.
Ayahnya melirik sedikit dari balik korannya, "Pizza?"
"Mau ke Pizza Hut!"
Laki-laki yang lebih besar memandang laki-laki yang jauh lebih kecil, tersenyum samar dan berujar, "Boleh. Tapi bereskan dulu kamarnya, ya."
Anak kecil itu memandang ayahnya dengan kesal. Rengekan berubah menjadi wajah manyun, "Nggak mau!" Lalu ia dan cemberutnya pergi ke ruang tengah dan menonton televisi.
***
Tidak lama kemudian, ayahnya memanggil, "Hei, ayo sini."
Tapi anak kecil itu, menengok pun tidak.
"Nak, ayo."
Sungguh, tayangan televisi sudah tidak seru lagi. Hanya iklan-iklan norak yang diulang tiga kali. Tapi anak itu gengsi.
"Nak?"
Pada panggilan ketiga ia menyerah juga. Ayahnya menggendong dia dan membawanya ke ruang makan.
Ada sekotak kardus pizza di atas meja.
Bocah lugu itu memandang pizzanya dengan tidak percaya. Ia memandang ayahnya. Tapi lalu ia ingat kamarnya yang berantakan.
"Ayo, makan," ajak ayahnya.
Anak itu berkata pelan, merasa bersalah, "Mm... Tapi ade belum beresin kamar, Yah."
Ayahnya memandang si kecil dan melongo sebentar. Lalu, dengan tawa geli ia berkata, "Apa hubungannya?"
Anak itu tidak mengerti maksud ayahnya, ia makan saja pizzanya, sementara ayahnya menonton. Ia membayangkan, akan jadi orang besar macam apa anak ingusan ini nanti.
***
Tidak lama kemudian, anak kecil itu pergi membereskan kamarnya.
Ayahnya melirik sedikit dari balik korannya, "Pizza?"
"Mau ke Pizza Hut!"
Laki-laki yang lebih besar memandang laki-laki yang jauh lebih kecil, tersenyum samar dan berujar, "Boleh. Tapi bereskan dulu kamarnya, ya."
Anak kecil itu memandang ayahnya dengan kesal. Rengekan berubah menjadi wajah manyun, "Nggak mau!" Lalu ia dan cemberutnya pergi ke ruang tengah dan menonton televisi.
***
Tidak lama kemudian, ayahnya memanggil, "Hei, ayo sini."
Tapi anak kecil itu, menengok pun tidak.
"Nak, ayo."
Sungguh, tayangan televisi sudah tidak seru lagi. Hanya iklan-iklan norak yang diulang tiga kali. Tapi anak itu gengsi.
"Nak?"
Pada panggilan ketiga ia menyerah juga. Ayahnya menggendong dia dan membawanya ke ruang makan.
Ada sekotak kardus pizza di atas meja.
Bocah lugu itu memandang pizzanya dengan tidak percaya. Ia memandang ayahnya. Tapi lalu ia ingat kamarnya yang berantakan.
"Ayo, makan," ajak ayahnya.
Anak itu berkata pelan, merasa bersalah, "Mm... Tapi ade belum beresin kamar, Yah."
Ayahnya memandang si kecil dan melongo sebentar. Lalu, dengan tawa geli ia berkata, "Apa hubungannya?"
Anak itu tidak mengerti maksud ayahnya, ia makan saja pizzanya, sementara ayahnya menonton. Ia membayangkan, akan jadi orang besar macam apa anak ingusan ini nanti.
***
Tidak lama kemudian, anak kecil itu pergi membereskan kamarnya.
Cabikan
-
“Wiiiinaaaaa!” Bahkan sebelum dia berteriak begitu, aku sudah bisa merasakan kehadirannya dari ujung lorong. Aku selalu bisa membaui aro...
-
"Selamat ulang tahun, Anya...!" Anya terdiam sejenak; dengan kaget memandang belasan wajah-wajah familiar dengan senyuman membeku-...
-
Sore itu, dua orang anak berambut cokelat berjalan pulang ke rumahnya--kakaknya yang perempuan rambutnya lebih terang, dan adiknya yang laki...
-
Ada roti manis dan biskuit keju di lemari, serta sekartun besar susu cokelat di kulkas. Aku mengambil semuanya itu dan memasukkannya ke dala...
-
Tolong aku. Kadang, kalau aku sedang duduk sendirian di kelas dan tidak benar-benar memikirkan apapun, aku melamun dan aku dapat mendengar s...
-
"Jadi, bagaimana kamu bilang cinta ke dia?" Matahari dan bekas-bekasnya sudah tidak kelihatan lagi. Cahaya di perpustakaan tua ini...
-
Kamar Julian tidak pernah rapi--kecuali selama beberapa hari, yang berlangsung kira-kira enam bulan sekali. Karena, kira-kira enam bulan sek...
-
Dan hari ini pun sama. Dia masih tidak menyapaku. Padahal aku sudah memaksakan diri bangun jam enam pagi, untuk dapat berangkat jam setengah...
-
Min itu temanku, yang sedang duduk di depanku, dengan latar yang berjalan terus. Sekarang aku bisa melihat ujungnya monumen nasional yang em...
-
"Fiftitty dallas." Mirna mengernyit selama sepersekian detik, memandang Cina di hadapannya. Si Cina balas menatap. Tak bergeming d...
Search
Nomina Insan
- Gavrila Ramona Menayang
- jong selebes, murid-Nya yang kinasih, duapuluh satu, mahasiswi arsitektur, tukang sketsa, tukang cerita, penata amatir, penyuka buah dan jajanan, pengguna aktif bahasa Indonesia