Yang Majikan Tidak Pernah Tahu

On Minggu, 06 Februari 2011 / By Gavrila Ramona Menayang / Reply
"Suminem! Baju saya yang item mana?"

"Masih basah, Bu..."

"Lah, kok bisa masih basah!?"

"Ya, kan kemarin hujan, Bu."

"Ah, kamu tuh!"

"Sumineeem, mobilnya kok kotor banget sih? Kamu cuci nggak sih?"

"Kan kemarin hujan, Pak, terus parkirnya di luar..."

"Ah, itu terus alasan kamu!"

"Mbak Mineem! Cariin buku kimia aku dong!"

"Suminem, itu mobilnya dicuci, ya!"

"Mbak Mineem. Bikinin mie goreng...!"

"Nem, pokoknya bajunya udah mesti kering, nggak mau tahu saya. Mau hujan kek, badai kek..."

"Mbak Mineeem! Denger, nggak? Mau mie goreng...!"

Hari itu baru berumur enam jam, tapi Suminem sudah menarik napas panjang dan menghembuskannya sambil berharap rasa gondoknya bisa keluar lewat hidungnya, bersama-sama angin karbon dioksida. Dengan tangan kasar dan berbau bawang, gadis Jawa itu mengelap dahinya yang berkeringat. Keringat capai dan keringat kesal--kalau kesal bisa berkeringat.

Baru satu tahun Suminem bekerja di keluarga ini. Yang Suminem tahu, keluarga ini lumayan kaya, Nasrani, suaminya Cina, dan istrinya ada keturunan Belanda. Majikan laki-lakinya berisik, apalagi yang perempuan. Anaknya satu; gendut, putih, manja dan menyebalkan. Suminem masih bekerja di sini karena dia belum menemukan tempat lain yang gajinya lebih baik--meskipun kadang dia merasa, dengan semua teriakan dan perintah tidak masuk akal yang dia terima tiap harinya, gajinya saat ini tidak baik juga.

Sepanjang hari, Suminem sibuk bak kerja rodi di rumah besar itu. Sendirian, tanpa teman--dan hanya punya dua tangan, dua kaki, dua lubang hidung. Satu-satunya slot bagi Suminem untuk duduk tenang, nonton televisi dan meregangkan otot hanya kalau ketiga majikannya itu pergi. Agak susah juga, soalnya si istri tidak bekerja kantoran. Suminem tidak tahu apa kerjanya, yang jelas ia agak sering ada di rumah, melakukan sesuatu dengan laptopnya.

"Sumineeem! Tehnya mana!?"

Oh iya. Kalau yang ini memang salahnya, harusnya setiap pagi sudah tersedia satu termos berisi tes panas untuk menemani mereka sarapan. Suminem lupa.

"Oh iya, Bu. Maaf, sebentar."

"Yee..."

Suminem berjalan dengan agak malas ke dapur dan memasak air. Lalu ditaruhnya gula pasir dan dua saset teh. Ia mencampur semuanya menjadi satu.

"Neeeem! Cepetan!"

Suminem malah terdiam.

"Neeem, lama banget sih kamu!"

"Nem, mobilnya udah diciuci?"

Suminem memejamkan matanya. Rasanya lelah sekali mendengarkan teriakan-teriakan perintah dari jam enam pagi setiap hari.

"Neeem, cepetan!"

Suminem mengaduk teh buatannya. Lalu ia berhenti sebentar.

Suminem membuka termos yang berisi tes manis hangat itu dan tersenyum nakal sendiri. Lalu ia meludah ke dalam termos: cuih, satu untuk yang laki-laki; cuih, satu untuk yang perempuan, cuih, dan satu untuk anak mereka.

Puas, Suminem menutup termos itu dan membawanya ke ruang makan.

Dan majikan tidak pernah tahu.

Reply