Rambut
On Sabtu, 11 Juni 2011 /
By Gavrila Ramona Menayang /
Reply
Ini semua salahku.
Aku yang bodoh, berlagak cuek dan terlalu santai. Aku yang tidak memperhatikan gunting itu dengan teliti. Aku yang tidak mengingatkan tangan-tangan itu untuk berhenti bekerja. Aku yang menutup mata terhadap semuanya.
Aku yang tidur ketika rambutku dipotong oleh seorang stylist, yang, omong-omong, memutar matanya ketika dikasih tip lima ribu rupiah.
Aku yang bodoh, berlagak cuek dan terlalu santai. Aku yang tidak memperhatikan gunting itu dengan teliti. Aku yang tidak mengingatkan tangan-tangan itu untuk berhenti bekerja. Aku yang menutup mata terhadap semuanya.
Aku yang tidur ketika rambutku dipotong oleh seorang stylist, yang, omong-omong, memutar matanya ketika dikasih tip lima ribu rupiah.
***
"Pergi dulu ya, Ma."
"Iya, Nak."
...
"Nak, ngapain sih rambutnya diikat? Itu tuh udah pendek, masih agak basah lagi."
"Ya, udah, ah. Biarin, kenapa sih!"
"Dah, sayang!"
"Dah."
"Iya, Nak."
...
"Nak, ngapain sih rambutnya diikat? Itu tuh udah pendek, masih agak basah lagi."
"Ya, udah, ah. Biarin, kenapa sih!"
"Dah, sayang!"
"Dah."
***
Karena Mama memang benar bahwa rambutku terlalu pendek untuk diikat, berkali-kali helaian rambut lepas dari ikatannya dan aku harus merapikannya. Aku kira tidak ada yang merasa terganggu dengan gerakan-gerakanku merapikan rambut, sampai
"Tasya! Ngapain sih, dari tadi?" seperti biasa, Bu Cece merasa harus membentak semua muridnya dengan keras dan mengagetkan. "Udah sana benerin di toilet! Balik ke sini, udah nggak pegang-pegang rambut lagi!"
Maka aku berdiri, merasa seperti cewek-cewek-rambut-itu, dan pergi ke toilet.
Kutarik karet rambutku sampai batas maksimalnya. Satu putaran, dua, tiga... oke, biar mantap sekalian, empat....
PTAK.
Putus. Bagus sekali.
...
Ampun, mereka semua akan menertawaiku begitu aku masuk ke kelas. Stylist pemutar mata itu sudah mengubah rambutku menjadi semacam pot terbalik dengan beberapa helai sisa rambut tipis. Mereka akan berdecak kasihan ketika melihatku, dan menatapku dengan haru. Mereka akan bersyukur bahwa mereka bukan aku. Mereka akan membicarakan betapa jeleknya rambutku sepanjang minggu dan aku akan dipanggil Tasya-Pot. Orang akan bertanya, "Tasya mana?" dan seseorang akan menjawab, "Tasya yang rambutnya aneh itu, lo." dan yang pertama akan berkata, "Ooh..."
Bagaimanapun, aku harus masuk kelas.
Maka aku berjalanlah, membuka pintulah, dan masuklah.
...
...
...
Hm. Ternyata biasa-biasa saja, ding.
"Tasya! Ngapain sih, dari tadi?" seperti biasa, Bu Cece merasa harus membentak semua muridnya dengan keras dan mengagetkan. "Udah sana benerin di toilet! Balik ke sini, udah nggak pegang-pegang rambut lagi!"
Maka aku berdiri, merasa seperti cewek-cewek-rambut-itu, dan pergi ke toilet.
Kutarik karet rambutku sampai batas maksimalnya. Satu putaran, dua, tiga... oke, biar mantap sekalian, empat....
PTAK.
Putus. Bagus sekali.
...
Ampun, mereka semua akan menertawaiku begitu aku masuk ke kelas. Stylist pemutar mata itu sudah mengubah rambutku menjadi semacam pot terbalik dengan beberapa helai sisa rambut tipis. Mereka akan berdecak kasihan ketika melihatku, dan menatapku dengan haru. Mereka akan bersyukur bahwa mereka bukan aku. Mereka akan membicarakan betapa jeleknya rambutku sepanjang minggu dan aku akan dipanggil Tasya-Pot. Orang akan bertanya, "Tasya mana?" dan seseorang akan menjawab, "Tasya yang rambutnya aneh itu, lo." dan yang pertama akan berkata, "Ooh..."
Bagaimanapun, aku harus masuk kelas.
Maka aku berjalanlah, membuka pintulah, dan masuklah.
...
...
...
Hm. Ternyata biasa-biasa saja, ding.
Cabikan
-
“Wiiiinaaaaa!” Bahkan sebelum dia berteriak begitu, aku sudah bisa merasakan kehadirannya dari ujung lorong. Aku selalu bisa membaui aro...
-
"Selamat ulang tahun, Anya...!" Anya terdiam sejenak; dengan kaget memandang belasan wajah-wajah familiar dengan senyuman membeku-...
-
Sore itu, dua orang anak berambut cokelat berjalan pulang ke rumahnya--kakaknya yang perempuan rambutnya lebih terang, dan adiknya yang laki...
-
Ada roti manis dan biskuit keju di lemari, serta sekartun besar susu cokelat di kulkas. Aku mengambil semuanya itu dan memasukkannya ke dala...
-
Tolong aku. Kadang, kalau aku sedang duduk sendirian di kelas dan tidak benar-benar memikirkan apapun, aku melamun dan aku dapat mendengar s...
-
"Jadi, bagaimana kamu bilang cinta ke dia?" Matahari dan bekas-bekasnya sudah tidak kelihatan lagi. Cahaya di perpustakaan tua ini...
-
Kamar Julian tidak pernah rapi--kecuali selama beberapa hari, yang berlangsung kira-kira enam bulan sekali. Karena, kira-kira enam bulan sek...
-
Dan hari ini pun sama. Dia masih tidak menyapaku. Padahal aku sudah memaksakan diri bangun jam enam pagi, untuk dapat berangkat jam setengah...
-
Min itu temanku, yang sedang duduk di depanku, dengan latar yang berjalan terus. Sekarang aku bisa melihat ujungnya monumen nasional yang em...
-
"Fiftitty dallas." Mirna mengernyit selama sepersekian detik, memandang Cina di hadapannya. Si Cina balas menatap. Tak bergeming d...
Search
Nomina Insan
- Gavrila Ramona Menayang
- jong selebes, murid-Nya yang kinasih, duapuluh satu, mahasiswi arsitektur, tukang sketsa, tukang cerita, penata amatir, penyuka buah dan jajanan, pengguna aktif bahasa Indonesia