Tetanggaku, Tari
On Minggu, 19 Juni 2011 /
By Gavrila Ramona Menayang /
Reply
Aku memandang ke sekeliling kelas. Tidak ada satu pun wajah yang aku kenal di sini. Tidak ada teman-SD atau teman-SMP: ini semua wajah baru.
"...Oke, sekian perkenalannya," kata guru berwajah serius di depan. "Sekarang, keluarkan secarik kertas dan pensil."
Kertas, srek.
Pensil.
Pensil...
Ya, ampun. Bisa-bisanya aku lupa bawa pensil pada hari pertama. Sementara di meja sebelahku, sebuah tempat pensil tergeletak. Di dalamnya banyak pensil.
Dengan pelan aku menoleh ke anak di sebelahku. Tadi, saat perkenalan, dia bilang namanya Tari. Rambutnya panjang dan bergelombang, rapi, tidak ada satu helai pun yang keluar jalur. Wajahnya juga, entah bagaimana, terlihat rapi.
Tadi, waktu kenalan, ia tersenyum padaku. Senyum yang sangat kaku, memang, tapi aku punya firasat dia sebenarnya ramah. Mungkin dia hanya sepertiku: sulit membuat kesan pertama yang baik.
"Eh, Tari?"
Dia menoleh, "Ya?"
Aku mengangguk ke arah tempat pensilnya yang gemuk, "Sori, boleh pinjem pensil, nggak?" Aku tersenyum.
Ia juga tersenyum, sedikit dan kaku.
"Gua lupa bawa," tambahku.
"Oh," dia menatapku dalam diam sebentar. "Sori, nggak boleh."
Aku tertawa. Ternyata anak ini lucu juga, mencairkan suasana.
Lalu, dia berpaling lagi ke mejanya dan tetap diam. Tempat pensilnya masih di depannya dan dia tidak menyentuhnya.
Oh. Sori, nggak boleh.
Eh.
Seriusan?
"...Oke, sekian perkenalannya," kata guru berwajah serius di depan. "Sekarang, keluarkan secarik kertas dan pensil."
Kertas, srek.
Pensil.
Pensil...
Ya, ampun. Bisa-bisanya aku lupa bawa pensil pada hari pertama. Sementara di meja sebelahku, sebuah tempat pensil tergeletak. Di dalamnya banyak pensil.
Dengan pelan aku menoleh ke anak di sebelahku. Tadi, saat perkenalan, dia bilang namanya Tari. Rambutnya panjang dan bergelombang, rapi, tidak ada satu helai pun yang keluar jalur. Wajahnya juga, entah bagaimana, terlihat rapi.
Tadi, waktu kenalan, ia tersenyum padaku. Senyum yang sangat kaku, memang, tapi aku punya firasat dia sebenarnya ramah. Mungkin dia hanya sepertiku: sulit membuat kesan pertama yang baik.
"Eh, Tari?"
Dia menoleh, "Ya?"
Aku mengangguk ke arah tempat pensilnya yang gemuk, "Sori, boleh pinjem pensil, nggak?" Aku tersenyum.
Ia juga tersenyum, sedikit dan kaku.
"Gua lupa bawa," tambahku.
"Oh," dia menatapku dalam diam sebentar. "Sori, nggak boleh."
Aku tertawa. Ternyata anak ini lucu juga, mencairkan suasana.
Lalu, dia berpaling lagi ke mejanya dan tetap diam. Tempat pensilnya masih di depannya dan dia tidak menyentuhnya.
Oh. Sori, nggak boleh.
Eh.
Seriusan?
Cabikan
-
“Wiiiinaaaaa!” Bahkan sebelum dia berteriak begitu, aku sudah bisa merasakan kehadirannya dari ujung lorong. Aku selalu bisa membaui aro...
-
"Selamat ulang tahun, Anya...!" Anya terdiam sejenak; dengan kaget memandang belasan wajah-wajah familiar dengan senyuman membeku-...
-
Sore itu, dua orang anak berambut cokelat berjalan pulang ke rumahnya--kakaknya yang perempuan rambutnya lebih terang, dan adiknya yang laki...
-
Ada roti manis dan biskuit keju di lemari, serta sekartun besar susu cokelat di kulkas. Aku mengambil semuanya itu dan memasukkannya ke dala...
-
Tolong aku. Kadang, kalau aku sedang duduk sendirian di kelas dan tidak benar-benar memikirkan apapun, aku melamun dan aku dapat mendengar s...
-
"Jadi, bagaimana kamu bilang cinta ke dia?" Matahari dan bekas-bekasnya sudah tidak kelihatan lagi. Cahaya di perpustakaan tua ini...
-
Kamar Julian tidak pernah rapi--kecuali selama beberapa hari, yang berlangsung kira-kira enam bulan sekali. Karena, kira-kira enam bulan sek...
-
Dan hari ini pun sama. Dia masih tidak menyapaku. Padahal aku sudah memaksakan diri bangun jam enam pagi, untuk dapat berangkat jam setengah...
-
Min itu temanku, yang sedang duduk di depanku, dengan latar yang berjalan terus. Sekarang aku bisa melihat ujungnya monumen nasional yang em...
-
"Fiftitty dallas." Mirna mengernyit selama sepersekian detik, memandang Cina di hadapannya. Si Cina balas menatap. Tak bergeming d...
Search
Nomina Insan
- Gavrila Ramona Menayang
- jong selebes, murid-Nya yang kinasih, duapuluh satu, mahasiswi arsitektur, tukang sketsa, tukang cerita, penata amatir, penyuka buah dan jajanan, pengguna aktif bahasa Indonesia