Emi Bercermin
On Minggu, 02 Januari 2011 /
By Gavrila Ramona Menayang /
Reply
Emi mandi lalu bercermin.
Tadi Ari bilang, dia masih di jalan tol. Emi punya banyak waktu untuk bersiap. Berlama-lamalah memilih baju. Pelan-pelan sajalah merias muka.
Telanjang dan agak basah, Emi berjalan ke kamarnya dan bercermin. Kalau melihat dirinya sendirian begini, tanpa ada orang lain di sebelahnya, rasanya normal-normal saja. Tapi biasanya Emi selalu merasa terlalu tinggi. Cewek tinggi sulit dapat jodoh, pernah pamannya berkata. Bercanda, memang, tapi tidak ada yang benar-benar candaan, begitu Emi rasa.
Ia mendekat. Mengamati sayu mata besarnya dari dekat. Cokelat tua dan penuh cerita. Di bawahnya, ada lingkar-lingkar hitam. Seperti mata Ayah, pikir Emi. Dulu waktu Emi kecil, dia selalu merasa ayahnya memikirkan sesuatu sepanjang hari--karenanya lingkar-lingkar hitam ini. Dalam senyum, bahkan dalam ketawa, ayahnya seperti memikirkan sesuatu yang serius. Yang bikin capek. Yang cuma dimengerti oleh orang dewasa. Begitu pikir Emi dulu. Tapi sekarang dia rupanya juga memiliki lingkar-lingkar hitam itu.
Hidungnya juga seperti ayahnya. Warisan orang Irian, memang, selain kulit hitamnya; hidung yang besar dan bulat.
Bibirnya besar, mulutnya tebal. Emi memonyongkan bibirnya, mencoba pose yang sering dilakukan teman-temannya di sekolah.
"Uuuu...," Emi menggumam pelan. Ia mengernyit, setelah itu. Menilai. Rasanya tidak cocok. Bibirnya jadi tambah tebal lagi. Bukannya berefek mengimutkan, Emi malah terlihat sedang menggulum kurma yang setengah masuk mulut. "Uuuu..."
Risa pernah bilang kalau perempuan yang sering dicium, di bibir bawahnya ada belahan. Akan terlihat kalau perempuan itu bilang, Tujuh kali tujuh puluh tujuh. "Tujuh kali tujuh puluh tujuh." Tidak usah bilang begitu juga, sudah terlihat ada belahan di bibir bawah Emi. Tapi Emi tidak sering dicium. Bahkan, sekalipun belum pernah. Emi bertanya--tapi cuma dalam hati; menyuarakannya, bahkan saat sendirian di kamar, Emi tidak berani--seperti apa ya, rasanya?
18.04
Itu sembilan menit Emi bercermin. Sekarang dia harus bersiap-siap. Memakai baju biru dan celana jins hitam. Memakai sandal kulit dan tas selempang, tidak lupa gelang-gelang. Sebentar lagi Ari datang.
Cabikan
-
“Wiiiinaaaaa!” Bahkan sebelum dia berteriak begitu, aku sudah bisa merasakan kehadirannya dari ujung lorong. Aku selalu bisa membaui aro...
-
"Selamat ulang tahun, Anya...!" Anya terdiam sejenak; dengan kaget memandang belasan wajah-wajah familiar dengan senyuman membeku-...
-
Sore itu, dua orang anak berambut cokelat berjalan pulang ke rumahnya--kakaknya yang perempuan rambutnya lebih terang, dan adiknya yang laki...
-
Ada roti manis dan biskuit keju di lemari, serta sekartun besar susu cokelat di kulkas. Aku mengambil semuanya itu dan memasukkannya ke dala...
-
Tolong aku. Kadang, kalau aku sedang duduk sendirian di kelas dan tidak benar-benar memikirkan apapun, aku melamun dan aku dapat mendengar s...
-
"Jadi, bagaimana kamu bilang cinta ke dia?" Matahari dan bekas-bekasnya sudah tidak kelihatan lagi. Cahaya di perpustakaan tua ini...
-
Kamar Julian tidak pernah rapi--kecuali selama beberapa hari, yang berlangsung kira-kira enam bulan sekali. Karena, kira-kira enam bulan sek...
-
Dan hari ini pun sama. Dia masih tidak menyapaku. Padahal aku sudah memaksakan diri bangun jam enam pagi, untuk dapat berangkat jam setengah...
-
Min itu temanku, yang sedang duduk di depanku, dengan latar yang berjalan terus. Sekarang aku bisa melihat ujungnya monumen nasional yang em...
-
"Fiftitty dallas." Mirna mengernyit selama sepersekian detik, memandang Cina di hadapannya. Si Cina balas menatap. Tak bergeming d...
Search
Nomina Insan
- Gavrila Ramona Menayang
- jong selebes, murid-Nya yang kinasih, duapuluh satu, mahasiswi arsitektur, tukang sketsa, tukang cerita, penata amatir, penyuka buah dan jajanan, pengguna aktif bahasa Indonesia
Kintaka
-
▼
2011
(139)
-
▼
Januari
(29)
- Dua tahun yang lalu, Rima membeli sebuah kacamata ...
- Dona berdiri di tengah-tengah jalanan yang ramai; ...
- Presisi
- (saya lupa)
- Tenang: Kisah Dadi Suhardja dan Tigapuluh Dua Anak...
- Putih
- Keluar ke Luar
- Tolong aku.Kadang, kalau aku sedang duduk sendiria...
- Sok Saja Sih
- Gemas
- Seandainya
- Kenapa Dia Senang Sekali Mendapat Anak Perempuan
- Dari Atas Pohon di Samping Danau
- laripagi
- BRUK! PRAK! BYAR!
- Merah
- Tante Lori
- Malik Bikin Lirik
- Khayal
- Abang
- Benar-Benar Sunyi Senyap
- BALI
- Penyesalan
- Cerita Malaikat Kaca
- dia diam
- Ujian Sudah Selesai
- Ibu dan/and Dad
- Telepon
- Emi Bercermin
-
▼
Januari
(29)