Tenang: Kisah Dadi Suhardja dan Tigapuluh Dua Anak SMA

On Kamis, 27 Januari 2011 / By Gavrila Ramona Menayang / Reply
Begitu angin lewat, ada bunyi gemerisik dan pohon-pohon melambaikan dahannya; seperti sebaris perempuan menari mengikuti irama rebana, dan semuanya tampak indah mengenakkan mata. Taman sekolah swasta ini memang tertata dengan baik sekali.

Dadi Suhardja berjalan perlahan dengan pohon-pohon sebagai lorongnya. Tenang sekali rasanya. Tidak rugilah, dia menjadi guru di sekolah ini. Ia tersenyum bangga lalu masuk ke kelas untuk mengajar tigapuluh dua bocah SMA.

***

Sejak kecil, Dadi tidak pernah tahan dengan suara yang terlalu berisik. Maka, prinsipnya saat mengajar:

"Jangan berisik. Daripada mengganggu lebih baik tidur saja."

Dan para murid yang baik hati menurut.

Tiap kali Dadi masuk kelas, tigapuluh dua anak SMA itu langsung memelankan suara mereka dan duduk di tempat masing-masing. Lalu Dadi akan mengucap selamat pagi yang mereka balas dengan serupa. Lalu Dadi mulai mengoceh tentang jenis-jenis kalimat bahasa Indonesia dan tigapuluh dua kepala mulai berjatuhan.

"Jadi, ada dua jenis kalimat..."

Pertama, tentu saja, seorang cowok bertubuh kecil dan berwajah selalu-ngantuk yang duduknya agak di belakang. Ia bahkan sama sekali tidak berusaha untuk membuka mata; ia menaruh kedua tangannya di atas meja, kepalanya di atas tangannya, dan tidur pulas.

Dadi Suhardja terus melanjutkan dengan suara ajaibnya yang mengalahkan nyanyian Jigglypuff.

"...kalau yang ini dipakai apabila... Contohnya ada di halaman limapuluh empat, ya, coba dibuka."

Berikutnya, beberapa cewek yang duduknya menempel pada tembok. Awalnya mereka masih berusaha membuka mata dan menegakkan kepala, namun akhirnya menyerah dan tidur pulas.

Lalu segerombolan cowok yang duduk di baris paling belakang; pelan-pelan mereka mengatur tas sedemikian rupa dan tidur dengan posisi yang terlihat sangat nyaman.

Lalu bahkan yang biasanya terlihat rajin juga mulai berjatuhan. Lucu sekali melihat kepala mereka nyaris terjatuh, tapi mereka berusaha menahannya, tapi lalu mengulanginya lagi. Akhirnya mereka jadi mengangguk-angguk.

"Nah, jadi kan kalau di kalimat ini--"

Dadi Suhardja terdiam. Ia memandang sekelilingnya: tidak satu pun yang masih membuka mata. Tigapuluh dua kepala terbaring pasrah dan nyaman di meja masing-masing. Dari baris terdepan sampai baris terbelakang; semuanya diam, tenang, dan tertidur.

Maka Dadi memasukkan bukunya ke dalam tas. Lalu ia berjingkat ke arah pintu dan--dengan amat hati-hati karena tidak ingin membangunkan satu pun--membuka pintu kelas dan keluar.

***

Dadi Suhardja berjalan pelan melalui lorong-lorongan yang dibentuk oleh puluhan pohon yang berjajar. Ia menikmati angin semilir dan bunyi gemerisik daun kering yang seperti rebana. Entah apa, pikir Dadi, yang sedang dimimpikan oleh tigapuluh dua murid SMA.

catatantambahan: dibikin tanggal 27, ditaruh di sini tiga hari kemudian.

Reply