Putih
On Rabu, 26 Januari 2011 /
By Gavrila Ramona Menayang /
Reply
Di ITB ada seorang bapak tua yang bukan dosen ataupun pegawai administrasi--saya kurang tahu dia siapa. Yang saya tahu, salah satu pekerjaannya adalah mengecat ulang bagian langit-langit koridor yang sudah jamuran.
Sebatang rokok di bibir menyala seadanya. Kaosnya kumal, celananya apalagi. Tidak seperti mahasiswa yang sok kumal, pria tua ini betulan kumal. Dengan gerakan yang hampir konstan sempurna, ia menggerakan alatnya. Ke atas, dan ke bawah. Ke atas, ke bawah.
Atas,
bawah.
Atas,
bawah,
atas,
bawah.
Terus begitu sampai di depan matanya hanya ada warna putih; yang bisa dia lihat hanya warna putih.
Di dunianya hanya ada warna putih.
Putih.
...
Kalau ini sinetron, film, atau novel, setelah ini adalah bagian yang menceritakan kenangan pria tua ini dengan warna putih. Misalnya, dia punya mendiang istri yang suka warna putih. Atau anaknya mati ketika memakai gaun putih. Atau ibunya yang gila hanya bisa tenang kalau melihat warna putih. Tapi ini bukan sinetron, bukan film, dan bukan novel--saya juga tidak tahu ini apa.
Apapun ini, pria tua berpakaian kumal itu masih mondar-mandir di koridor-koridor ITB, celingak-celinguk mencari langit-langit berjamur untuk mengecatnya ulang dengan warna putih supaya dia bisa makan nasi putih dengan gaji yang putih.
catatancepat: di mobil Koh--Bella, Prysha dan Clara duduk di belakang dan sebentar lagi pulang--ketika teringat dan melirik jam mobil Koh: 12:13. Otomatis terpikir dua huruf: "FU". Pasrah dan berpikir apakah tiga belas benar-benar angka sial. Berencana untuk membuat tulisan-macam-begini di waktu luang siang hari dan menulisnya di kertas dulu lain kali. Karena, sepadat apapun kalimat dan seberat apapun cerita: selalu ada spasi. Lalu ketika sampai di kamar dan berinternet untuk mengirim email ke Rama terkait Mediamorphosis, tiba-tiba laptop saya bilang, "Ini baru jam 11:44." Lalu telepon genggam mengangguk setuju, "Iya, ini baru jam 11:44!" Lalu, ce-pat-ce-pat-bu-at-a-pa-sa-ja. (dibuat tanggal 26, ditaruh di sini empat hari kemudian)
Sebatang rokok di bibir menyala seadanya. Kaosnya kumal, celananya apalagi. Tidak seperti mahasiswa yang sok kumal, pria tua ini betulan kumal. Dengan gerakan yang hampir konstan sempurna, ia menggerakan alatnya. Ke atas, dan ke bawah. Ke atas, ke bawah.
Atas,
bawah.
Atas,
bawah,
atas,
bawah.
Terus begitu sampai di depan matanya hanya ada warna putih; yang bisa dia lihat hanya warna putih.
Di dunianya hanya ada warna putih.
Putih.
...
Kalau ini sinetron, film, atau novel, setelah ini adalah bagian yang menceritakan kenangan pria tua ini dengan warna putih. Misalnya, dia punya mendiang istri yang suka warna putih. Atau anaknya mati ketika memakai gaun putih. Atau ibunya yang gila hanya bisa tenang kalau melihat warna putih. Tapi ini bukan sinetron, bukan film, dan bukan novel--saya juga tidak tahu ini apa.
Apapun ini, pria tua berpakaian kumal itu masih mondar-mandir di koridor-koridor ITB, celingak-celinguk mencari langit-langit berjamur untuk mengecatnya ulang dengan warna putih supaya dia bisa makan nasi putih dengan gaji yang putih.
catatancepat: di mobil Koh--Bella, Prysha dan Clara duduk di belakang dan sebentar lagi pulang--ketika teringat dan melirik jam mobil Koh: 12:13. Otomatis terpikir dua huruf: "FU". Pasrah dan berpikir apakah tiga belas benar-benar angka sial. Berencana untuk membuat tulisan-macam-begini di waktu luang siang hari dan menulisnya di kertas dulu lain kali. Karena, sepadat apapun kalimat dan seberat apapun cerita: selalu ada spasi. Lalu ketika sampai di kamar dan berinternet untuk mengirim email ke Rama terkait Mediamorphosis, tiba-tiba laptop saya bilang, "Ini baru jam 11:44." Lalu telepon genggam mengangguk setuju, "Iya, ini baru jam 11:44!" Lalu, ce-pat-ce-pat-bu-at-a-pa-sa-ja. (dibuat tanggal 26, ditaruh di sini empat hari kemudian)
Cabikan
-
“Wiiiinaaaaa!” Bahkan sebelum dia berteriak begitu, aku sudah bisa merasakan kehadirannya dari ujung lorong. Aku selalu bisa membaui aro...
-
"Selamat ulang tahun, Anya...!" Anya terdiam sejenak; dengan kaget memandang belasan wajah-wajah familiar dengan senyuman membeku-...
-
Sore itu, dua orang anak berambut cokelat berjalan pulang ke rumahnya--kakaknya yang perempuan rambutnya lebih terang, dan adiknya yang laki...
-
Ada roti manis dan biskuit keju di lemari, serta sekartun besar susu cokelat di kulkas. Aku mengambil semuanya itu dan memasukkannya ke dala...
-
Tolong aku. Kadang, kalau aku sedang duduk sendirian di kelas dan tidak benar-benar memikirkan apapun, aku melamun dan aku dapat mendengar s...
-
"Jadi, bagaimana kamu bilang cinta ke dia?" Matahari dan bekas-bekasnya sudah tidak kelihatan lagi. Cahaya di perpustakaan tua ini...
-
Kamar Julian tidak pernah rapi--kecuali selama beberapa hari, yang berlangsung kira-kira enam bulan sekali. Karena, kira-kira enam bulan sek...
-
Dan hari ini pun sama. Dia masih tidak menyapaku. Padahal aku sudah memaksakan diri bangun jam enam pagi, untuk dapat berangkat jam setengah...
-
Min itu temanku, yang sedang duduk di depanku, dengan latar yang berjalan terus. Sekarang aku bisa melihat ujungnya monumen nasional yang em...
-
"Fiftitty dallas." Mirna mengernyit selama sepersekian detik, memandang Cina di hadapannya. Si Cina balas menatap. Tak bergeming d...
Search
Nomina Insan
- Gavrila Ramona Menayang
- jong selebes, murid-Nya yang kinasih, duapuluh satu, mahasiswi arsitektur, tukang sketsa, tukang cerita, penata amatir, penyuka buah dan jajanan, pengguna aktif bahasa Indonesia
Kintaka
-
▼
2011
(139)
-
▼
Januari
(29)
- Dua tahun yang lalu, Rima membeli sebuah kacamata ...
- Dona berdiri di tengah-tengah jalanan yang ramai; ...
- Presisi
- (saya lupa)
- Tenang: Kisah Dadi Suhardja dan Tigapuluh Dua Anak...
- Putih
- Keluar ke Luar
- Tolong aku.Kadang, kalau aku sedang duduk sendiria...
- Sok Saja Sih
- Gemas
- Seandainya
- Kenapa Dia Senang Sekali Mendapat Anak Perempuan
- Dari Atas Pohon di Samping Danau
- laripagi
- BRUK! PRAK! BYAR!
- Merah
- Tante Lori
- Malik Bikin Lirik
- Khayal
- Abang
- Benar-Benar Sunyi Senyap
- BALI
- Penyesalan
- Cerita Malaikat Kaca
- dia diam
- Ujian Sudah Selesai
- Ibu dan/and Dad
- Telepon
- Emi Bercermin
-
▼
Januari
(29)