Seandainya

On Jumat, 21 Januari 2011 / By Gavrila Ramona Menayang / Reply
.

Nina memegang dahinya sendiri; itu tanda putus asa. Tangannya berkeringat dan bibirnya habis digigiti. Ampun. Kenapa aku bisa lupa...? Dengan gemas dia memandang kertas ulangannya yang nyaris kosong. Kenapa oh kenapa, aku bisa sampai lupa rumus umumnya?

Di sampingnya--persis di sampingnya---Tia menulis dengan penuh semangat dan tampang tidak ingin diganggu gugat. Sayangnya, menurut hukum yang berlaku, hanya si Tia inilah orang yang paling berpotensi untuk diconteki saat ini.

Disobeknya secarik kertas kecil dan ditulisnya singkat:

"Rumus umum?"

Tapi Nina ragu. Dia tidak begitu dekat dengan Tia, dan anak itu dikenal sensitif.

Ah, sebodo, pikirnya tak acuh. Lalu, dengan gerakan yang menurutnya gerilya, ditaruhnya kertas itu di meja sebelah.

.

Tia mengerjakan dengan semangat. Ini gampang, nyaris-seratus di tangan. Ini, begini. Kalau itu, begitu. Lama-lama menyenangkan. Lama-lama keasyikan.

Tiba-tiba asyiknya diganggu oleh secarik kertas yang ditaruh dengan cepat di mejanya:

"Rumus umum?"

Tia melirik. Ah, cewek itu. Biasanya tidak pernah menyapa, begitu butuh langsung mengganggu. Padahal ini kan bahaya, bukan hanya buatnya tapi juga buatku. Cih. Menyebalkan, pikirnya. Aku ganti sedikit rumusnya, biar tahu rasa.

.

Nina dapat jelek, Tia dapat bagus. Yang pertama langsung kesal dan menggosipkan yang kedua dengan semena-mena, seenak udel dan seluas-luasnya. Yang kedua juga kesal dan menangis sendirian di kamar mendengar selentingan-selentingan buruk tentangnya.



.
...
.....
.......
.........
.......
.....
...
.



Nina memegang dahinya sendiri; itu tanda putus asa. Tangannya berkeringat dan bibirnya mati rasa karena digigiti. Ya ampun. Kenapa aku bisa lupa...? Dengan gemas dia memandang kertas ulangannya yang hampir tidak ada isinya. Kenapa sih, aku bisa sampai lupa rumus umumnya?

Di sampingnya--pas di sampingnya--Tia menulis dengan penuh semangat dan tanpa henti. Tampaknya dia tidak akan suka kalau sampai terganggu gugat. Sayangnya, menurut hukum yang berlaku, hanya si Tia inilah harapan satu-satunya Nina saat ini.

Disobeknya secarik kertas kecil dan ditulisnya singkat:

"Rumus umum?"

Tapi Nina ragu. Dia tidak begitu dekat dengan Tia, dan anak itu dikenal sensitif.

Ah, sebodo, pikirnya. Begini saja supaya kelihatan ramah dan merasa bersalah:

"Rumus umum? Hehe"

Lalu, dengan gerakan yang menurut dia seperti ninja, ditaruhnya kertas itu di meja Tia.

.

Tia mengerjakan ujiannya dengan semangat tinggi. Baginya ini gampang, sembilan puluh di tangan. Ini, jawabannya anu. Kalau itu, jawabannya ini. Lama-lama menyenangkan. Lama-lama keasyikan.

Tiba-tiba asyiknya diganggu oleh secarik kertas yang ditaruh dengan kilat di mejanya:

"Rumus umum? Hehe"

Tia melirik. Ah, cewek itu. Biasanya tidak pernah menyapa, kalau ujian, saja..., pikirnya.

"Hehe"

Entah kenapa Tia jadi terbayang wajah Puss in Boots yang memelas. Wajah yang terkenal itu, lo.

Ah, tapi kasihan juga, pikirnya iba.

Ditulisnya si rumus umum yang berharga di kertas kecil itu. Rumus yang sama seperti yang dia pakai--tidak ditambahi, tidak dikurangi.

.

Nina dapat bagus, Tia juga bagus. Yang pertama langsung merasa berterima kasih pada yang kedua, menyampaikan rasa terima kasihnya dan menyapanya dengan ramah, bahkan memujinya kalau ada kesempatan. Yang kedua jadi senang karena diterimakasihkan dan disapa-sapa, apalagi kalau dipuji-puji.

.

Reply