Penyesalan
On Sabtu, 08 Januari 2011 /
By Gavrila Ramona Menayang /
Reply
"Tiga puluh menit lagi!"
Sebuah teriakan dari ujung ruangan. Mimi memandang mejanya yang berantakan. Kertas-kertas berukuran A2 dimana-mana, hampir semuanya seakan berteriak, "Selesaikan aku!" Pensil-pensil bermacam ketebalan ada di atas meja dan di bawah meja. Orang-orang berlari ke tempat sampah untuk meraut; keluar untuk memotong kertas; ke meja sebelah untuk membantu temannya. Semua orang berseru panik. Mengeluarkan kata kasar dan berteriak frustasi.
Di antara semuanya itu, Mimi diam terpaku; bukan karena dia sudah selesai, tapi karena dia pusing.
Semua gerakan di sekitarnya melambat. Dia hanya diam di situ, mematung. Seruan teman-temannya menjadi pelan dan tidak jelas. Perlahan, ia mengerling kertas-kertasnya, dan maketnya yang setengah-jadi.
"Lima menit. Argh!"
Siapa sih yang sempat-sempatnya menghitung mundur? Maafkan aku, wahai tugas-tugas setengah jadi, aku tidak kuat lagi. Mimi pusing. Benar-benar pusing.
Kenapa sih, aku selalu menunda pekerjaan sampai saat terakhir?
Penyesalan menggerogotinya seperti racun. Pelan, ia beranjak keluar ruangan studio. Mimi mau pipis; siapa tahu rasa sesal ikut keluar bersama urinnya.
"Satu menit lagi!"
catatantambahan: Sadar, dan sudah jam 23:44. Tidak bisa memikirkan hal lain kecuali: "Kenapa sih, aku selalu menunda pekerjaan sampai saat terakhir?" dan ta-dah: inilah fiksi-nyaris-non-fiksi yang tercipta dalam huru-hara.
Cabikan
-
“Wiiiinaaaaa!” Bahkan sebelum dia berteriak begitu, aku sudah bisa merasakan kehadirannya dari ujung lorong. Aku selalu bisa membaui aro...
-
"Selamat ulang tahun, Anya...!" Anya terdiam sejenak; dengan kaget memandang belasan wajah-wajah familiar dengan senyuman membeku-...
-
Sore itu, dua orang anak berambut cokelat berjalan pulang ke rumahnya--kakaknya yang perempuan rambutnya lebih terang, dan adiknya yang laki...
-
Ada roti manis dan biskuit keju di lemari, serta sekartun besar susu cokelat di kulkas. Aku mengambil semuanya itu dan memasukkannya ke dala...
-
Tolong aku. Kadang, kalau aku sedang duduk sendirian di kelas dan tidak benar-benar memikirkan apapun, aku melamun dan aku dapat mendengar s...
-
"Jadi, bagaimana kamu bilang cinta ke dia?" Matahari dan bekas-bekasnya sudah tidak kelihatan lagi. Cahaya di perpustakaan tua ini...
-
Kamar Julian tidak pernah rapi--kecuali selama beberapa hari, yang berlangsung kira-kira enam bulan sekali. Karena, kira-kira enam bulan sek...
-
Dan hari ini pun sama. Dia masih tidak menyapaku. Padahal aku sudah memaksakan diri bangun jam enam pagi, untuk dapat berangkat jam setengah...
-
Min itu temanku, yang sedang duduk di depanku, dengan latar yang berjalan terus. Sekarang aku bisa melihat ujungnya monumen nasional yang em...
-
"Fiftitty dallas." Mirna mengernyit selama sepersekian detik, memandang Cina di hadapannya. Si Cina balas menatap. Tak bergeming d...
Search
Nomina Insan
- Gavrila Ramona Menayang
- jong selebes, murid-Nya yang kinasih, duapuluh satu, mahasiswi arsitektur, tukang sketsa, tukang cerita, penata amatir, penyuka buah dan jajanan, pengguna aktif bahasa Indonesia
Kintaka
-
▼
2011
(139)
-
▼
Januari
(29)
- Dua tahun yang lalu, Rima membeli sebuah kacamata ...
- Dona berdiri di tengah-tengah jalanan yang ramai; ...
- Presisi
- (saya lupa)
- Tenang: Kisah Dadi Suhardja dan Tigapuluh Dua Anak...
- Putih
- Keluar ke Luar
- Tolong aku.Kadang, kalau aku sedang duduk sendiria...
- Sok Saja Sih
- Gemas
- Seandainya
- Kenapa Dia Senang Sekali Mendapat Anak Perempuan
- Dari Atas Pohon di Samping Danau
- laripagi
- BRUK! PRAK! BYAR!
- Merah
- Tante Lori
- Malik Bikin Lirik
- Khayal
- Abang
- Benar-Benar Sunyi Senyap
- BALI
- Penyesalan
- Cerita Malaikat Kaca
- dia diam
- Ujian Sudah Selesai
- Ibu dan/and Dad
- Telepon
- Emi Bercermin
-
▼
Januari
(29)